Apa pentingnya sih peduli sama Leuser?, toh pohonnya masih banyak dan nggak penting-penting banget. Mending kepoin artis-artis korea atau trend fashion masa kini, biar dianggap gaul gitu.
Tanpa disadari banyak yang berfikiran seperti itu, termasuk aku sendiri. Itu sih dulu sebelum ikut acara Gathering Sosial Media #careleuser. Dan wajarlah kata Pak Ivan Krisna yang sudah lama berkecimpung di dunia Leuser, ketika ada postingan atau photo tentang Leuser yang Like hanya 30-an orang, tapi photo pasangan yang lagi suap-suapan, maaf bagi yang merasa sampai 300 orang yang Like.
Ini membuktikan isu Leuser belum lah seksi dan menjadi viral untuk diperbincangkan. Padahal isu ini sangatlah penting untuk dibahas, mengingat Leuser yang merupakan paru-paru dunia dan menjadi habitat hewan-hewan langka yang terancam punah.
Selain itu Leuser juga merupakan laboratorium alam yang menjadi tempat eksperimen bagi para ilmuan yang ingin mempelajari ekosistem di dalamnya. Tak jarang banyak peneliti lokal maupun asing yang datang untuk menggali ilmu di tempat yang ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfer pada tahun 1981 dan World Heritage pada tahun 2004 ini.
Tak kalah pentingnya Taman Nasional Gunung Leuser ini merupakan tempat sumber mata Air bagi 4 juta masyarakat yang tinggal di Provinsi Aceh dan Sumatra Utara. Jika gunung ini rusak akibat jahilnya tangan manusia yang tidak bertanggung jawab, kemana kita harus mencari sumber mata air?
Tanpa disadari banyak yang berfikiran seperti itu, termasuk aku sendiri. Itu sih dulu sebelum ikut acara Gathering Sosial Media #careleuser. Dan wajarlah kata Pak Ivan Krisna yang sudah lama berkecimpung di dunia Leuser, ketika ada postingan atau photo tentang Leuser yang Like hanya 30-an orang, tapi photo pasangan yang lagi suap-suapan, maaf bagi yang merasa sampai 300 orang yang Like.
Ini membuktikan isu Leuser belum lah seksi dan menjadi viral untuk diperbincangkan. Padahal isu ini sangatlah penting untuk dibahas, mengingat Leuser yang merupakan paru-paru dunia dan menjadi habitat hewan-hewan langka yang terancam punah.
Selain itu Leuser juga merupakan laboratorium alam yang menjadi tempat eksperimen bagi para ilmuan yang ingin mempelajari ekosistem di dalamnya. Tak jarang banyak peneliti lokal maupun asing yang datang untuk menggali ilmu di tempat yang ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfer pada tahun 1981 dan World Heritage pada tahun 2004 ini.
Tak kalah pentingnya Taman Nasional Gunung Leuser ini merupakan tempat sumber mata Air bagi 4 juta masyarakat yang tinggal di Provinsi Aceh dan Sumatra Utara. Jika gunung ini rusak akibat jahilnya tangan manusia yang tidak bertanggung jawab, kemana kita harus mencari sumber mata air?
Haruskah Peduli?
Melihat banyaknya jasa Leuser yang diberikan kepada kita, haruskah kita peduli? Tentu, bahkan kita harus menjaga bahkan melindunginya. Memang kenapa?
Yuks Nonton Film Tentang Jasa Leuser di sini
![]() |
foto dari yellsaints.com |
Leuser telah dijamah oleh nafsu manusia yang menginginkan Leuser sebagai sumber untuk mencari rupiah tanpa memperhatikan kelestariannya. Hutannya di tebang paksa untuk dijadikan lahan sawit, hewan-hewan langka seperti Orang Utan, Gajah Sumatra, Harimau Sumatra dan Badak kehilangan habitatnya.
Aku sangat terkejut saat bang Junaidi Hanfiah seorang jurnalis lingkungan yang menjadi narasumber pada acara Gathering tersebut, memperlihatkan kasus penjarahan Leuser.
Dari 1.820.726 ha luas Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) pada Januari 2016, tinggal 1.816.629 ha lagi pada Juni 2016. Sedangkan 4.097 ha hilang entah kemana selama rentang 6 bulan tersebut.
Begitu juga dengan ilegal loging, terdapat 984 kasus penjarahan hutan dengan mengambil kayunya saja tanpa ada penanaman kembali, sehinga jika dihitung terdapat 3.641,21 m3 kayu yang diambil.
Perambahan hutan dan pemburuan satwa liar pun juga tidak bisa dihindari. Ditemukan sekitar 1.600 kasus dengan luas rambahan hutan mencapai 6.205,9 ha. Kasus pemburuan satwa liar mencapai 279 kasus dengan 250 perangkap dan 46 pelaku.
Melihat kasus diatas, wajarlah bencana tidak bosan-bosanya datang silih berganti, Hewan liar seperti Gajah dan Harimau Sumatra pun turun ke kampung dan merusak tanaman warga bahkan ada yang menyerang warga. Reaksi hewan-hewan tersebut tidak bisa kita salahkan karena manusia yang duluan mengambil habitat mereka. Lantas masihkah kita tidak peduli?
Aku sangat terkejut saat bang Junaidi Hanfiah seorang jurnalis lingkungan yang menjadi narasumber pada acara Gathering tersebut, memperlihatkan kasus penjarahan Leuser.
Dari 1.820.726 ha luas Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) pada Januari 2016, tinggal 1.816.629 ha lagi pada Juni 2016. Sedangkan 4.097 ha hilang entah kemana selama rentang 6 bulan tersebut.
Begitu juga dengan ilegal loging, terdapat 984 kasus penjarahan hutan dengan mengambil kayunya saja tanpa ada penanaman kembali, sehinga jika dihitung terdapat 3.641,21 m3 kayu yang diambil.
Perambahan hutan dan pemburuan satwa liar pun juga tidak bisa dihindari. Ditemukan sekitar 1.600 kasus dengan luas rambahan hutan mencapai 6.205,9 ha. Kasus pemburuan satwa liar mencapai 279 kasus dengan 250 perangkap dan 46 pelaku.
Melihat kasus diatas, wajarlah bencana tidak bosan-bosanya datang silih berganti, Hewan liar seperti Gajah dan Harimau Sumatra pun turun ke kampung dan merusak tanaman warga bahkan ada yang menyerang warga. Reaksi hewan-hewan tersebut tidak bisa kita salahkan karena manusia yang duluan mengambil habitat mereka. Lantas masihkah kita tidak peduli?
Post a Comment