Dari 13
desa di Kecamatan Putri Betung, 5 desa berada di dalam Kawasan Taman
Nasional Gunung Leuser (TNGL). Sekitar 8.300 hektar zona inti TNGL akan
diubah menjadi zona rehabilitasi. Masyarakat boleh mengelola kawasan
hutan untuk tujuan konservasi.
SIANG itu setelah menyelesaikan sholat Jumat di Kecamatan Putri Betung, Kabupaten Gayo Lues tampak ramai. Masyarakat dari beberapa desa menghadiri sebuah pertemuan di Gedung Pajak Tradisional Putri Betung.
Pertemuan yang dihadiri 13 desa ini adalah Musyarawah Masyarakat Desa Sekitar TNGL yang dilakukan tiga hari yang lalu (15/09). Mereka yang berada di 13 desa yang berada di dalam dan di sekitar TNGL ini ingin mengetahui bagaimana dengan kebijakan pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Pemerintah Daerah Kabupaten Gayo Lues tentang rencana pembangunan desa dan status hukum wilayah mereka karena berada di dalam kawasan TNGL.
Direktur
Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Wiratno, Bupati
Gayo Lues Ibnu Hasyim, Kepala Balai Besar TNGL Misran, dan Deputi
Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI Enny Sudarmonowati ikut hadir
ditengah- tengah masyarakat. Pertemuan ini diharapkan bisa membangun
kesepakatan dan sinergitas untuk menjaga TNGL agar tetap lestari dan
ekosistemnya bisa terjaga dengan baik.SIANG itu setelah menyelesaikan sholat Jumat di Kecamatan Putri Betung, Kabupaten Gayo Lues tampak ramai. Masyarakat dari beberapa desa menghadiri sebuah pertemuan di Gedung Pajak Tradisional Putri Betung.
Pertemuan yang dihadiri 13 desa ini adalah Musyarawah Masyarakat Desa Sekitar TNGL yang dilakukan tiga hari yang lalu (15/09). Mereka yang berada di 13 desa yang berada di dalam dan di sekitar TNGL ini ingin mengetahui bagaimana dengan kebijakan pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Pemerintah Daerah Kabupaten Gayo Lues tentang rencana pembangunan desa dan status hukum wilayah mereka karena berada di dalam kawasan TNGL.
“TNGL sebagai warisan dunia. Tapi sebenarnya yang paling penting adalah pendukung ekosistem yang ada di wilayah kita. Dengan luas lebih kurang 870.000 ha, seluas 230.000 ha berada di Kabupaten Gayo Lues. Oleh karena itu potensinya cukup besar. Potensi plasma nutfah, keanekaragaman hayati dan juga potensi energi yaitu mikrohidro dan geotermal.
Empat satwa kunci yakni gajah, harimau sumatera, badak dan orangutan ada di TNGL” ungkap Misran ketika memberikan sambutan pada pertemuan tersebut. Wiratno mengatakan bahwa ia sudah meminta Bupati Gayo Lues untuk mendata nama lengkap keluarga di 5 desa yang berada di dalam kawasan TNGL. Setelah data-data diterima, akan dibuat kesepakan tertulis.
“Masih banyak kesalahpahaman tentang mengelola kawasan hutan. Masyarakat yang ada di 5 desa ini bisa tetap di tempat mereka saat ini (di dalam kawasan), tapi mereka harus ikut menjaga hutan di sekitarnya. Kita akan siapkan program perhutanan sosial dan ini namanya program kemitraan konservasi” katanya.
Desa-desa yang berada di dalam kawasan TNGL adalah Desa Meloak Sepakat, Meloak Aih Ilang, Sunggah Mule, Pungke Jaya dan Rambung Musara. Ia juga mengatakan bahwa KLHK akan menurukan tim untuk meninjau tapal batas TNGL di Kecamatan Putri Betung. Melakukan pendataan jumlah warga yang tinggal di setiap desa dan mendata luas areal yang telah dimanfaatkan sebagai ladang.
“Jika sudah selesai proses pendataannya,kita akan menandatangani pengalihan 8.300 ha menjadi zonarehabilitasi yang akan dikelola oleh masyarakat dengan skema konservasi kemitraan” katanya.
Melalui pertemuan ini Ibnu Hasyim memohon bantuan DirjenKSDAE bisa mengeluarkan kebijakan yang mendukung kesejahteraan masyarakatnya. Dengan kehadirannya di Putri Betung, Dirjen KSDAE bisamelihat langsung bagaimana sebenarnya keadaan masyarakat desa di wilayahnya yang erada di dalam TNGL.
“Apa yang harus kami lakukan dan apa yang tidak bisa kami lakukan bisa disampaikan kepada kami dan masyarakat kami. Pertanyaannya adalah bagaimana mensejahterakan masyarakat Putri Betung”ungkapnya. Enny Sudarmonowati yang selain mewakili LIPI juga sebagai Ketua Komite Nasional Man and The Biosphere (MAB UNESCO Indonesia) menyampaikan bahwa dengan TNGL yang mendapatkan predikat sebagai warisan duniadari Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO), yaitu badan khusus PBB, harusnya bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk memberikan nilai tambah dan kerjasama internasional.
“Denganpertemuan ini, kedepannya bisaintensif komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah. embangun ekonomi masyarakat dan tetap melestarikan TNGL” katanya. Salah satu masyarakat dari Mukim Marpunge Raya, Sofyan Ardi menyampaikan uneg-unegnya dihadapan perwakilan pemerintah. Ia merasa senang bahwa tidak benar akan dilakukan relokasi.
Begitu juga dengan Kandar Ariga, salah satu perwakilan masyarakat yang hadir. Selama ini ia merasa was-was karena beberapa tahun lalu ada wacana desa mereka akan direlokasi.“Kami bersyukur kami tidak direlokasi. Sejauh apa hak kelola yang akan diberikan kepada kami di zona rehabilitasi ini perlu dijelaskan kepada kami. Agar kami tidak berbenturan dengan hukum” katanya.
Melalui pertemuan itu juga, tokoh masyarakat di beberapa kampung, KLHK dan Pemerintah Kabupaten Gayo Lues menandatangani deklarasi pemulihanekosistem TNGL dan komitmen penyelamatan sumber mata air. Perlindungan sumber air ini dilakukan pada Sub- DAS Lawe Mokap dan sumber air pada Sub-DAS Rikit Gaib.
Kesepakatan yang difasilitasi USAID LESTARI ini akan berlangsungselama empat tahun dan dapat diperpanjang setelah dievaluasi. Ivan Krisna Koordinator USAID LESTARI Aceh mengatakan bahwa kesepakatan perlindungan sumber air ini merupakan inisiatif awal dari skema co-management dalam pengelolaan hutan. Ia berharap dengan adanya kesepakatan ini konservasi di kawasan hutan lindung dan TNGL bisa terus dilakukan.
Sehingga para pihakdengan kewenangan dan semangatnya bisa bersama-sama merencanakan dan mengimplementasikan konservasi yang berkelanjutan. “Manusia sebagai pengguna air akan terus mendapatkan haknya atas air. Tumbuhan akan mendapatkan haknya untuk tumbuh dan berkembang biak.
Begitu juga dengan satwa liar yang ada di TNGL. Jika sudah ada harmonisasi,banyak manfaat yang bisa kita peroleh. Kawasan hutan juga bisa menjadi sarana edukasi, wisata, sumber hasil hutan bukan kayu, sumber karbon dan sebagainya” katanya. (*)
*Artikel ini dipublikasikan berkat kerjasama dengan USAID LESTARI
Tulisan aslinya di Sini
Post a Comment