![]() |
orangutan Sumatra yang ditemukan di kawasan leuser foto by Facebook |
"Ah, gak masalah yang penting hari ini masih bisa makan, untuk besok ya kita pikir besok". Pungkas si bapak
Saya syok berat dibuatnya kala mendengar komentar dari salah satu saudara kita yang tinggal disebuah gampong di Aceh ini. Tanpa merasa bersalah apalagi takut, parang yang ada ditangannya itu dengan cepat merobohkan beberapa pohon yang ada hutan yang tak begitu jauh dari tempat tinggal kami.
Empat tahun telah berlalu, tapi kejadian itu masih begitu membekas dalam ingatan saya. Terlebih kala berkumpul dengan para pegiat media sosial di Aceh (26-27/11) lalu. Disebuah hotel di Banda Aceh. Leuser lestari, menjadi promotor yang memfasilitasi para orang gila media sosial untuk berkumpul bersama dan menyelaraskan ide untuk #careleuser.
Ada kebahagiaan tersendiri bagi saya bisa hadir diforum ini. Bukan karena banyaknya makanan enak yang tersedia diatas meja. Melainkan akhirnya, saya tidak sendiri. Loh kok?
Iyaa, tidak sendiri dalam kasus menjaga lingkungan wabil khusus tentang leuser.
Selama hampir empat tahun belakangan ini saya berjanji pada diri sendiri pertama tidak lagi membuang sampah sembarangan. Kedua tidak boros dalam menggunakan air terutama sekali untuk sesi thaharah alias cuci menyuci both baju dan keperluan yang lain. Ketiga tidak menerima dan meminta kantong plastik kala membeli keperluan sehari-hari, meskipun harus bertengkar dengan cashiernya. Ke empat memakai kertas daur ulang untuk berbagai keperluan sehari-hari. Kelima tidak menebang pohon sembarangan.
Saya syok berat dibuatnya kala mendengar komentar dari salah satu saudara kita yang tinggal disebuah gampong di Aceh ini. Tanpa merasa bersalah apalagi takut, parang yang ada ditangannya itu dengan cepat merobohkan beberapa pohon yang ada hutan yang tak begitu jauh dari tempat tinggal kami.
Empat tahun telah berlalu, tapi kejadian itu masih begitu membekas dalam ingatan saya. Terlebih kala berkumpul dengan para pegiat media sosial di Aceh (26-27/11) lalu. Disebuah hotel di Banda Aceh. Leuser lestari, menjadi promotor yang memfasilitasi para orang gila media sosial untuk berkumpul bersama dan menyelaraskan ide untuk #careleuser.
Ada kebahagiaan tersendiri bagi saya bisa hadir diforum ini. Bukan karena banyaknya makanan enak yang tersedia diatas meja. Melainkan akhirnya, saya tidak sendiri. Loh kok?
Iyaa, tidak sendiri dalam kasus menjaga lingkungan wabil khusus tentang leuser.
Selama hampir empat tahun belakangan ini saya berjanji pada diri sendiri pertama tidak lagi membuang sampah sembarangan. Kedua tidak boros dalam menggunakan air terutama sekali untuk sesi thaharah alias cuci menyuci both baju dan keperluan yang lain. Ketiga tidak menerima dan meminta kantong plastik kala membeli keperluan sehari-hari, meskipun harus bertengkar dengan cashiernya. Ke empat memakai kertas daur ulang untuk berbagai keperluan sehari-hari. Kelima tidak menebang pohon sembarangan.
Kenapa sih harus repot-repot?
Berbicara tentang lingkungan adalah berbicara tentang kehidupan. Persoalan lingkungan merupakan persoalan yang seksi dan kuduk dibicarakan dengan serius. Karena ini menyangkut keberlangsungan hidup tak hanya manusia melainkan juga semua makhluk Tuhan lainnya.
Di Aceh sendiri, persoalan lingkungan belum lah menjadi trending topic. Bisa dilihat dari kebijakan yang baru-baru ini menimbulkan polemik yang cukup besar bagi pencinta dan pemerhati lingkungan. Qanun yang dihasilkan oleh pemerintah daerah belum begitu mengedepankan aspek ini. Sebut saja, tidak masuknya Kawasan Ekosistem Aceh dalam, Qanun Aceh Nomor 19 Tahun 2013 tentang RTRW Aceh. Padahal disaat yang bersamaan sebagaimana yang disampaikan oleh Nurul Ihsan, koordinator Kuasa Hukum dari Gerakan Rakyat Aceh Menggugat (GERAM) menyebutkan bahwa Ekosistem Leuser diatur dalam RTRW Nasional dan juga dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Selain itu, Leuser juga Cagar Biosfer dunia yang oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation atau yang akrap ditelinga kita dengan singkatan UNESCO mengesahkannya di 1981 silam.
Di Aceh sendiri, persoalan lingkungan belum lah menjadi trending topic. Bisa dilihat dari kebijakan yang baru-baru ini menimbulkan polemik yang cukup besar bagi pencinta dan pemerhati lingkungan. Qanun yang dihasilkan oleh pemerintah daerah belum begitu mengedepankan aspek ini. Sebut saja, tidak masuknya Kawasan Ekosistem Aceh dalam, Qanun Aceh Nomor 19 Tahun 2013 tentang RTRW Aceh. Padahal disaat yang bersamaan sebagaimana yang disampaikan oleh Nurul Ihsan, koordinator Kuasa Hukum dari Gerakan Rakyat Aceh Menggugat (GERAM) menyebutkan bahwa Ekosistem Leuser diatur dalam RTRW Nasional dan juga dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Selain itu, Leuser juga Cagar Biosfer dunia yang oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation atau yang akrap ditelinga kita dengan singkatan UNESCO mengesahkannya di 1981 silam.
Post a Comment