Thursday, December 1, 2016

Memulai Untuk #CareLeuser Bersama Lestari


Selama dua hari (26-27 November 2016) yang lalu, saya dan 40-an teman-teman pegiat sosial media diundang oleh Lestari (program kerjasama pemerintah Indonesia dengan USAID) untuk mengikuti Social Media Gathering di salah satu hotel di Banda Aceh. Acara tersebut dibuka langsung oleh Bang Ifan Krisna yang disebut-sebut telah menghabiskan 70% waktu dan pikirannya untuk Leuser.

Bang Ifan mengatakan bahwa Lestari tidak hanya bekerja di Aceh, namun juga di Kalimantan dan Papua. Ketiga lokasi ini merupakan lokasi dengan biodiversity yang masya Allah. Lestari di Aceh tidak bekerja sendiri, bersama organisasi lainnya mereka bahu-membahu menjaga keseimbangan hutan Leuser, hewan yang hidup di hutan tersebut, desa di sekitar Leuser dan masyarakat di sekitarnya.

Menurut Bang Ifan, yang perlu diedukasi secara berkala adalah masyarakat yang ada di sekitar hutan Leuser. Sebagai contoh, Bang Ifan menggambarkan pola yang diterapkan di Aceh Selatan, tentang potensi yang ada di sekitar hutan tersebut dan masyarakat yang diberdayakan untuk menjaga potensi-potensi tersebut.


Kenalan dengan Leuser

blogger aceh care leuser
Sebelumnya, teman-teman udah pada tau belum Leuser itu apa dan di mana? Kalo saya yang ditanya, jujur yang saya tau Leuser hanyalah pegunungan di mana dulu pernah terjadi banjir bahorok alias air bah. Masih inget kan? Dan baliho-baliho di Banda Aceh tak jauh dari mengajak seseruan rafting di Leuser. Sudah. Sebatas itu saja.

Namun, di gathering ini, saya mengenal Leuser jauh lebih dalam.

Leuser adalah pegunungan atau yang  dikenal dengan Taman Nasional Gunung Leuser yang luasnya 1.095.592 Hektar, berada pada koordinat 96º 35” s.d 98º 30” BT dan 2º 50” s.d 4º 10” LU. Secara administrasi di dua provinsi, yaitu Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara. Dikelilingi oleh 10 kabupaten/Kota (Gayo Lues, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Kota Subulussalam, Dairi, Aceh Tenggara, Karo, Deli Serdang, Langkat, dan Aceh Tamiang). (sumber: gunungleuser.or.id)

Bang Ifan menjelaskan secara detail tentang keadaan di lapangan, di mana banyak sekali jiwa yang bekerja menjaga kekayaan alam bahkan menjadi guide tanpa dukungan pemerintah. Sebagai contoh Mr. Jali. Mr Jali adalah seorang guide yang sudah 20 tahun menjadi guide dan menjaga puncak gunung Leuser. Yang harus kita garisbawahi adalah Mr Jali bekerja karena kemauan dia sendiri, bukan disuruh. Beliau tidak dibayar oleh pemerintah. Dan tugas kita adalah mengedukasi masyarakat untuk sadar bahwa masih ada jiwa yang menjaga Leuser.

Untuk naik ke Leuser, dibutuhkan waktu 15 hari lamanya. Namun, waktu dua minggu tersebut terbayar oleh keindahan alam di atasnya. Menurut Ka Acut yang sudah pernah naik ke puncak Leuser, decak kagum akan berbinar di kedua bola mata kita dan bibir terus berucap masya Allah. Leuser, surga dunia yang nyata. Ada tumbuhan-tumbuhan yang tidak pernah kita lihat selama menjejak di bawah sana.

Di Leuser, hidup pula spesies kunci yakni Badak, Harimau, gajah dan orangutan yang hidup berdampingan. Ekosistem mereka harus kita jaga bersama. Tahun ke tahun, spesies ini terus berkurang. Dan itu menyedihkan sekali karena akan terjadi banyak ketidakseimbangan di alam yang kita cintai.

Setelah Bang Ifan selesai menjelaskan panjang lebar, dibuka sesi perkenalan sesama peserta dan dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan. Salah satu pertanyaan yang timbul adalah mengapa orangutan jangan sampai punah? Jawaban simpelnya adalah ada pepohonan yang hanya bisa tumbuh oleh karena orangutan yang menyebar biji-bijian. Lantas, jika satwa tidak ikut ‘menjaga’ secara nyata, siapa lagi yang menjaga hutan Leuser secara berkala?

cerita selengkapnya di Sini

Post a Comment

Start typing and press Enter to search