Monday, July 24, 2017

Saatnya Mengejar Orangutan di Aceh Selatan!



Apapun ceritanya, hutan tetap menjadi momok bagi saya yang anak kota tapi sok cinta hutan. Mulai dari pacat lah, takut ular yang merayap di dasar hutan sampai dedaunan yang bikin kulit sensitif saya bisa alergi berminggu-minggu. Drama belum usai! Fisik yang ringkih dan pesakitan menjadi salah satu kendala dalam tracking ke hutan. Belum lagi kalau bicara soal kostum. Celana lebaran lalu, sudah menjadi korban.

Seolah tak kunjung selesai, tapi nasib lagi lagi menarik saya ke hutan. Senin pagi 11 Juli 2017, masih tersisa nikmatnya udara pagi di kota Tapaktuan, Aceh Selatan. Mendung syahdu, udara yang segar, dan debur ombak yang bersimponi di gendang telinga. Membuat saya lupa, bila umur tak lagi belia. Hal itu pula yang menjadikan saya malas beranjak menuju ke tempat lainnya. Apa tidak bisa di sini saja? 


"Ini momen langka Yud..nggak semua orang bisa ikut dalam hal seperti ini. Dan, yudi harus tahu tentang lika likunya" Ini yang kesekian kalinya bang Zulfan, partner perjalanan kali ini, menegaskan hal tersebut. Dan kesekian kalinya pula saya meragu untuk melangkah.


Di satu sisi, perjalanan ini seharusnya menuju ke Aceh Singkil, tepatnya kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Tak ada tempat di Aceh ini yang berhasil membuat saya merengek rengek ke beberapa teman agar bisa diajak ke sana.  


"Ayolah bang Yud, nggak jauh kok. Dekat sama jalan raya kok.. masuknya juga nggak jauh-jauh amat." Alpin, seolah se-ide dengan bang Zulfan. Pria bertubuh bongsor dan berlogat sumatra utara ini, memang sudah cukup sering memberikan info mngenai evakuasi orangutan sumatra yang berada dalam.kawasan selatan Aceh. 


mengecek senjata bius

Saatnya Mengejar Orangutan!


Yups, saya diajak untuk ikut serta dalam melakukan evakuasi Orangutan Sumatra! 


Saya GEGANA, Gelisah Galau merana. Orangutan Sumatra, hewan endemik pulau Sumatra bagian utara ini memang dalam keadaan yang cukup mengkhawatirkan. Walaupun sebenarnya, saya lebih mengkhawatirkan orang-orang seperti saya ini. Lahir dan besar di kota, tapi sibuk minta masuk hutan. Sedangkan orangutan sibuk dibawa masuk ke kota. #eh...


Ini momen langka, tak banyak orang yang bisa ikut serta untuk perihal begini. Pun, tak semua orang beruntung. Hari itu, saya merasa kalau ini adalah hari keberuntungan saya. Hujan yang turun semalaman, berhasil membuat perjalanan ke Suaka Margasatwa Rawa Singkil ditunda. Di sana, air sungai Singkil meluap sejadi-jadinya. Sehingga sangat tidak aman bagi saya, si anak kota ini untuk menuju ke hilir sungai tempat proses penelitian berlangsung. 


Pun, hal tersebut juga membuat pak Onrizal, seorang peneliti biota bawah air dari Universitas Sumatra Utara yang menjadi narasumber saya untuk kegiatan di Rawa Singkil, ikutan melangkah ke Bakongan, Aceh Selatan. Tahniah! Saya tak harus ke sana terlebih dulu. Dan, saatnya bersiap masuk hutan lagi, horay


Celana lebaran saya mulai berlumuran lumpur. Hujan turun seolah tak tahu diri. Sandal gunung abal-abal milik saya, mulai menunjukkan kualitasnya. Beberapa benang penyambung sandal mulai lekang. Tanah yang saya pijak bergoyang-goyang. Hutan yang rimbun nan lebat ternyata sudah tak ada lagi. Hampir sejauh mata memandang semuanya hanyalah kebun sawit warga. Katanya masuk ke hutan? Saya masih membatin dalam hati. 

mempersiapkan obat bius


Mengingat tak banyak waktu untuk mengkritisi keadaan. Hari mulai sore, si orangutan telah menunggu untuk dibius lalu di relokasi. Derap langkah terus menyusuri pinggiran “hutan sawit”. Sesekali kaki saya terjerumus ke lubang bekas lahan gambut. Saya hanya bisa meringis. Inikah dunia konservasi itu? Dunia yang bekerja untuk hajat hidup orang banyak, akan tetapi seperti tak ter-ekspose


“Itu dia di sana… ini sudah tidak boleh dibiarkan lagi! Kejar aja.. Bedu..ambil kayu, pukul-pukul ke pokok yang besar itu!” bang Richo, ketua rombongan evakuasi sekaligus dokter hewan memberikan aba-aba. Maklum saja, keadaan sudah menjelang magrib. Iya! Tak lama lagi senja akan merekah di langit Bakongan. Sedangkan keadaan orangutan yang terlihat kurus itu, tak mungkin dibiarkan terlalu lama di sini. 


Team yang berjumlah lebih dari 6 orang ini mulai kesurupan. Senjata bius berkali-kali ditembakkan, tak jua kena sasaran. Bila sesiang tadi kami semua diminta untuk diam, tenang dan bersembunyi di semak-semak agar orangutan pindah ke pohon kayu yang lebih rendah. Kini, kami semua mulai teriak-teriak. Bersaing menjadi tarzan yang salah jurusan. Woaa....!
 
itu, orangutan sumatranya!

Pakaian yang tadinya basah kuyup karena hujan, kini kering ditempa panas. Dahaga mulai menjalar kekerongkongan. Namun demikian, saya bahagia hari itu. Bisa melihat apa yang sebenarnya terjadi di hutan Aceh. Apa yang sebenarnya terjadi terhadap hewan endemic Sumatra yang mulai “bermasalah” ini. Para pemuda dari Orangutan Information Centre (OIC) sedari tadi berjibaku tanpa henti.


“Jaring… Ooi.. Mana Jaring…” teriakan bang Richo dari dalam hutan, membuat kami semua menggila. Saya lari terbirit-birit seperti dikejar babi hutan. Menenteng berbagai macam kamera, persis seperti anak alay yang baru dapat mainan kamera baru. Orangutan berhasil mereka bius. Dan, kini masalah yang lain muncul...


Orangutannya nyangkut di pohon! 


Sebenarnya, saya paling panic. Tapi saya yakin, mereka ini punya pengalaman dan cara untuk mengatasi hal tersebut. Salah seorang dari team memanjat pohon tersebut. Perlahan tapi pasti, lalu akhirnya…


Buuuk..!

tarik yang kuat...


Induk orangutan jatuh ke dalam jaring yang telah dibentang. Tapi, anaknya tinggal. Kini, bukan hanya saya yang panic. Tapi seluruh team! Anak orangutan yang diketahui baru berumur satu tahun ini, tak boleh jauh dari induknya. Bagaimana tidak, hewan yang DNA-nya hampir 100% mirip dengan manusia ini, sangat bergantung akan asupan gizi dari induknya sampai 7 tahun. Jadi, bisa dipastikan, bila si dedek Orangutan ini tak ada ibunya, maka dia akan mati. 


Banyak yang tak mengerti, bahwa, salah satu yang membuat hutan itu sehat dan lebat serta beragam tumbuh-tumbuhan adalah jasa orangutan. Setiap kali ia membuat sarang, maka cahaya matahari bisa masuk sampai ke dasar hutan Hujan (ingat! Hujan Hujan biasanya memiliki kerimbunan yang luar biasa. Sehingga membuat tumbuhan yang hidup di dasar hutan sulit untuk mendapatkan sinar matahari). Dalam proses penyebaran bibit-bibit tumbuhan hutan pun, jasa orangutan berperan cukup banyak. Dan pada akhirnya, ia merupakan rantai makanan dari sebuah ekosistem hutan hujan Sumatra. Terutama Hutan Leuser!

mereka harus berburu dengan waktu karena tak lama lagi orangutan akan sadar

hutan sawit


Azan magrib berkumandang. Orangutan dan induknya berhasil dimasukkan ke sebuah kandang portable. Tentu, setelah sebelumnya di cek kesehatan orangutan tersebut. 


“Sebenarnya ini adalah cara terakhir untuk memberikan kesempatan hidup yang lebih layak dan lama bagi orangutan tersebut, Bang Yud” tutup pembicaraan sederhana saya dengan bang Richo  saat saya tanyakan apakah tak ada cara lain untuk melindungi orangutan yang terisolasi di hutan-hutan warga. 


Saya hanya mengangguk-angguk, seolah seluruh tubuh ini mengiyakan apa yang diucapkan oleh Bang Richo. Konflik manusia dengan hewan mamalia dari hutan Aceh ini sudah cukup tinggi. Dengan dievakuasi pula, masyarakat yang telah mengubah hutan menjadi ladang dapat tetap berladang tanpa harus menyakiti orangutan. 
 
bang Richo, yang sedang mengecek kesehatan orangutan liar, sebelum dirilis ke hutan Nasional

Ketika konflik dengan masyarakat bisa dihindari, bukan hanya orangutan yang akan memiliki kesempatan untuk hidup lebih baik, akan tetapi manusia itu juga akan merasakan dampat positif dari kelesetarian hutan dan ekosistem didalamnya. 


Tubuh ini sudah lusuh,selusuh-lusuhnya. Celana lebaran sudah lecek, selecek-leceknya. Perjalanan ini masih harus saya teruskan. Suaka margasatwa Rawa Singkil masih menanti dengan manjanya. Kalau soal capek dan lelah, tak usah ditanya lagi. Tapi, saya tersenyum bahagia. Seekor orangutan bersama anaknya, malam itu akan tidur tenang di dalam kawasan taman Nasional. Semoga dia mimpi indah.


Rawa Singkil, here I come!

akhirnya, berhasil langsung di evakuasi dan di rilis


By Yudi Randa
Travel Blogger Aceh


  1. dulu aku taunya orang utan ada di tanjung puting dan begitu pernah nulis tentang orangutan buat lombanya dan ga menang, aku pun makin menggebu-gebu pengen lihat sendiri orang utan.

    kota tapaktuan ini apa masih dekat dengan takengon itu bang ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalau takengon itu, dia dilintas tengah aceh, sedangkan aceh selatan ada di lintas selatan. jaraknya cukup jauh. tapi kalau dari banda aceh, bisa milih ke aceh selatan atau dari medan bisa ke Aceh tenggara ada kawasan Ketambe tempat penelitian orang utan sumatra tertua di dunia

      Delete
    2. Kota Tapaktuan itu, kampung aku Mas Deddy, ntar kalau kemari kita ajakin keliling kota Naga ini, dan lihat orangutan, hehehe

      Delete
  2. Duh, kasian orangutannya. Foto-fotonya menyentuh sekali, bikin hato terenyuh.

    ReplyDelete
  3. Dimuliakanlah mereka yang bekerja untuk orang hutan tapi jarang terekspos. Jasa mereka sangat besar untuk kelestarian hutan yang jadi sumber kehidupan kita juga. Ikut senang juga seekor induk dan anaknya terselamatkan hari itu. Tapi kalau mereka Langsung dilepas ke hutan yang bukan tempat tinggal mereka aslinya, mereka juga butuh penyesuaian ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya Mbak, mereka harus mencari lagi tempat tinggal baru dan sumber makanan baru.

      Delete
  4. Ngebayangin jadi si anak orangutan, pasti sedih, panik, pasca induknya mendadak tak sadarkan diri, terjatuh di jaring dan "ditangkap". Untungnya mereka "ditangkap" oleh pihak yang benar.

    Semoga bisa ngeliat orangutan di Aceh juga nanti, amin.

    omnduut.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. amin.. semoga suatu hari bisa ke Aceh dan melihat langsung orangutan sumatra ya Mas

      Delete

Start typing and press Enter to search